Life is a celebration of infinite possibilities!


SvaRA


Aku mendengar terlalu banyak suara memang! Suara seperti desis tak nyata. Merambati keheningan malam dengan kegalauan. Mendesak sepi untuk menepi. Pada malam hening bening terkalahkan sejuta kerisauan. Mungkin suara-suara itu pemicunya, tapi mungkin juga mereka hanya mencoba memberi penghiburan.


Ingin kunafikan desis itu tapi aku tak mampu. Maka kuselonjorkan saja tubuh ini pada pinggiran geladak. kuharap angin malam sedikit memberi kesegaran. Kubiarkan pikiranku mengapung disela-sela buih gelombang. Tak ada bintang bertabur di langit. Tak ada rona rembulan mengambang di sela mega-mega.

Ombak berdebur dan angin menampar layar-layar kapal, tapi tak kudengar suatu suara pun selain desis itu. kukeluarkan sebatang rokok, kuselipkan di bibir dan kubakar. Asap segera bersorak mengepul berhambur.

Aku mencari sisa-sisa kenangan bersamamu pada pojok-pojok ingatan. Suatu pencarian yang sia-sia. Bayangmu lenyap tanpa bekas meninggalkan sedikit kepahitan di hati. Sedikit luka. Sedikit menganga tak terobati.

Perasaan gelap itu datang lagi. Aku harus bergegas menghalaunya maka kupejamkan mata ini. Tak ada kedamaian hanya kepeningan nan sepi. Maka kutampar sepi agar segala bising datang kembali. Kemanakah engkau pada saat aku membutuhkanmu? Desis itu melepur pada tepian ombak, tak mau ia 
kembali bersanding dengan sepi.

Oooo memang nasib bukan pertautan yang bisa kita mengerti, oleh karenanya kita tak pernah merasa pasti.

Di ujung malam yang paling jauh akan kubawa sepi ini sampai bayangmu merekah bersama mentari pagi. Tidak juga kuputuskan harapan. Menyerah adalah suatu kemewahan yang tak sanggup kudapatkan. Perjuangan memang menjadi semacam kutukan karena gelombang akan merenggut semua pencapaian hidup. Seperti ombak menghapus lalu jejak petualang pada pasir pantai.

Waktu berlalu... atau mungkin aku tepatnya yang berlalu...
Jarak hanya tinggal seyojana rupanya, telah kuhirup bau apek dermaga menyambutku. Sorak-sorai para penunggu melambai. Seolah mengakhiri sebuah penantian panjang. Penantian tanpa kepastian. Seperti kenangan datang menyambut saudaranya yang hilang. Tanpa keraguan, hanya kerinduan. 

Tapi bayangmu bahkan menolak jadi kenangan. Kemanakah engkau pada saat aku membutuhkanmu?

Kuseret saja lukaku berlalu, melewati orang ramai dipinggiran dermaga. Dua bocah berlari berebut peluk cium dari seorang bapak yang turun dibelakangku. Entah berapa lama penantian mereka untuk bertemu.

Sesaat kurasakan desis itu datang kembali. Menggamitku untuk pergi tak menengok lagi. Karena lambaian itu, sepertinya memang bukan untukku.


Jakarta, 17 Juli 07
Sebuah perjalanan tanpa penyesalan

No comments:

Post a Comment