Life is a celebration of infinite possibilities!


LipSTIK

"Apa yang kau cari?" tanyaku. "Lipstik!" jawabnya. Jemari lentiknya menjelajah pelosok tas tangan yang dibawanya. Suasana gelisah yang dihasilkannya sedikit mengganggu konsentrasiku pada jalanan yang macet sore itu. "Mungkin kau tinggal?" "tak mungkin, tadi kupakai di mobil sebelum kita berangkat", jawabnya tanpa mengalihkan kecemasannya pada tas tangan silver Charles&Keith yang kubelikan seminggu lalu.


Aku membelok ke kanan, agak nekat karena lampu kuning sudah menyala. Dari kaca spion memang kulihat sebuah motor ikut menyalip di kananku. Berupaya menghalangi pandangan Polantas yang sibuk meniup peluit dan mengangkat tanggannya pertanda berhenti. Aku mengumpat. Kupikir mobilku diberhentikan dan aku mengerem laju kendaraanku. Tapi ternyata aku salah duga, mobilku dibiarkannya lewat. Motor disamping mobilku agak kehilangan keseimbangan ketika aku menginjak rem mendadak tadi. Menyalip di depan mobilku, menoleh dan mengangkat jari tengahnya ke arahku. "Sialan!" makiku.

Dan kau masih saja berkutat dengan pencarian lipstik itu. Aku mulai merasa terganggu. Menoleh, tapi tak mendapat respon.

Di depan Senci aku berupaya menepi. Berhenti sebentar saja telah membuat kegaduhan besar. Aku membuka kunci otomatis pintu mobil. Bunyi klakson bersahutan tanpa belas kasihan. Mulai kudengar pula sumpah serapah dan lampu dim berkali-kali dinyalakan. Aku mulai panik. Sedikit memaksa aku menyuruhmu segera keluar mobil.

Masih kuingat matamu mendelik ke arahku. Tapi bunyi klakson seperti mencekik kesadaranku. Dengan cemas kubilang "besok ketemu lagi, dijemput di tempat biasa, jam seperti biasa". Kepanikanku bahkan menghilangkan rasa enggan yang biasanya muncul pada saat kau meninggalkan mobilku. Sekejap mata, engkau menghilang di kerumunan.

Aku belum terlambat pulang. Sehabis pulang kantor memang aku harus segera mandi dan pergi lagi. Bahkan mobil pun tak kumasukkan ke garasi. Hanya kuparkir dipinggir jalan depan rumahku.

Mandiku singkat saja. tanpa basa-basi bersolek dan mematut diri. Kemeja lengan pendekku pun kukancingkan sambil jalan kembali ke mobil. Jalanan masih macet saja. Jakarta memang jarang memberikan jalan lapang dan luang pada saat jam-jam segini.

Kuputari Semanggi dan berbalik arah ke Gedung BEJ. Halte depan Gedung BEJ masih penuh dengan karyawan-karyawati necis yang menunggu. Jemputan atau taksi atau angkutan kawasan CBD yang hilir mudik. Kulihat engkau berdiri di ujung antrian. Kurapatkan mobilku.

Cipika-cipiki plus senyuman basa-basi kupasang di wajahku. "Met malem darling, sory telat, jalanan macet banget nih".

Dengan senyum mengembang kau membalas senyumku, mengganti channel radio, dan mengecilkan volumenya. Sambil bercerita, yang bagiku terdengar seperti mengadu atau mengeluh, tentang kejadian di kantor waktu itu. Si A beginilah, si B hebat baru aja dipromosi oleh bos. Si C digosippin ada main dengan si D dari divisi marketing, si E gak masuk kerja karena harus hadir di sidang perceraiannya. Digugat istrinya karena ketahuan kawin lagi.

Aku manggut-manggut sambil berusaha menahan kesadaranku pada jalanan. Sesungguhkan bukan untuk berkonsentrasi pada jalanan, tapi untuk mengalihkan otakku untuk mengolah segala kisah-kasih hari ini.

Kau membenarkan sandaran kursimu. Menarik kursi ke belakang. Dan tiba-tiba benda sialan itu menggelinding ke kakinya. "Sayang, ini lipstik siapa?", tuduhmu dengan mata bertanya, sekaligus menuduh.

Tergagap dan refleks saja aku bilang itu punya Dini. "Siapa Dini?" tanyanya lagi dengan nada yang sangat tak enak di telingaku.


"Eeee..eeee.. Dini... eeeee", AAnnnjrrriiittttt, mati aku dalam hati.


Salam,
Hati-hati Bung, selingkuhan jangan suka dibawa pake mobil pribadi hehehehe...


No comments:

Post a Comment