Life is a celebration of infinite possibilities!


Dia


Ia memejamkan matanya, tetapi ia tidak tidur. Ingatannya membawa jauh ke masa sekolah menengah dulu. Masa-masa penuh kenangan manis, masa sebelum segala kepenatan hidup datang meradang.

Dia dulu memang mencuri perhatiannya. Wajahnya cantik, sangat cantik menurutnya. Ia tak habis pikir mengapa teman-teman karibnya ada yang tak sepaham dengannya. Sempat ia berdebat membela kecantikannya, mungkin lebih tepat ia sedang membela perasaannya. Ia benci teman-temannya yang tidak mau mengerti perasaannya.

Sayang memang mereka tak pernah sekelas bersama. Tapi apalah yang bisa mengurungkan niat seorang pemuda kasmaran? Hanya terpisah kelas rasanya bukan suatu rintangan.

Ia sering bersiasat, hanya sekadar mencari kesempatan bertemu pandang. Ia ingin tersenyum dan memulai percakapan. Nasib memang akhirnya mempertemukan mereka dalam percakapan-percakapan panjang. Tentu saja lewat telepon, ia merasa terlalu riskan bertemu muka untuk hal-hal remeh temeh yang ingin ia utarakan.

Dengan segenggam koin di kantong, ia memacu sepeda ke boks telepon umum yang jauh dari keramaian. Memang banyak telepon umum di sekitar rumahnya, tapi tempatnya terlalu ramai dan ia tak mungkin membiarkan pengguna telepon lain menggangu perbincangan mereka.

Pembicaraan yang kini datang lagi mengisi kenangan-kenangannya. Tentang masa perkuliahan nanti, tentang keluarga, tentang gundah hatinya karena seribu sebab remaja puber. Ia merasa dekat, tapi tak pernah sekalipun mereka bercakap seperti itu saat bertemu di sekolah.

Hanya di satu pagi yang indah, ia membawakannya setangkai mawar.

Seperti apa hidupnya kini? Berbahagiakah dia? Sedikit kerinduan menyelusup, ada desir menggetarkan kalbu, lalu ia mengucap sedikit doa untuknya.

Mungkinkah ia ingin berjumpa?


Bangkok, 26 Oct 09

No comments:

Post a Comment