Tiga tanda koma mengakhiri kalimat-kalimat yang kau tulis untukku. Aku tak tahu artinya. Memang telah kuhabiskan banyak malam dan sepi untuk membawa tiga tanda koma sialan itu dalam perenunganku. Tapi tak juga kudapat titik terang. Seringkali kepulan asap rokokku sengaja kuhembuskan pada temaram lampu kamarku. Barangkali muncul pertanda atau apalah pada asap itu. Naif memang bila kuharapkan asap itu membentuk tiga tanda koma dan lampu kamarku akan menterjemahkan artinya untukku.
Setahuku manusia koma itu hampir mati, tapi belum mati. Sudah tidak menyadari kehidupannya, tapi masih hidup. Ah memang terkadang masalah hidup dan mati teramat rumit untuk dipahami. Manusia memang mungkin dikutuk untuk tidak pernah menyadari makna hidup, makna mati. Padahal keduanya adalah kepastian yang diberikan pada kita. Padahal Tuhan menghukum Adam dan Hawa karena lancang memakan buah pohon pengetahuan. Tapi tetap saja kita tidak tahu dengan pasti sejatinya kita hidup, sejatinya kita mati. Agama menerangkan, Nabi-Nabi bersahutan. Aku tergagap dalam keraguan!!!
Mungkinkah kau ingin menegaskan hal tersebut! sekarat sejengkal lagi mati. Mungkin kau inginkan aku mengubur saja, membinasakan semua rasa rinduku padamu. Ya memang aku rindu, tapi rasa itu yang menjajahku. Adakah kuasa padaku untuk melawan tirani rindu? Atau kau inginkan segalanya seperti sekarang. Berjarak tapi tak berakhir. Bukankah cinta memerlukan sedikit jarak untuk menumbuhkan rindu?
Ohh sungguh aku tak mengerti tiga tanda koma itu. Mengapa harus koma? mengapa harus tiga? Manusia memang hidup dalam pertanda, berdoa untuk menggapai makna. Sungguh hidup yang membingungkan bagiku. Tanda yang kutahu tak dapat kumaknai. Makna yang kurasa tak dapat kutandai.
Mungkin akan kutanyakan saja langsung padamu. Nanti. Bila kita berjodoh bertemu kembali. Kali ini tak ingin kupaksakan hatiku mencari hiburan pada bayangmu dalam anganku. Semua bagai angin lalu. Kau telah pergi meninggalkanku untuk sesuatu yang tak kau jelaskan. Pasrah memberi penghiburan bagi hati yang terhimpit. Pasrah memberi alasan untuk menyerah pada ketiadaan pilihan.
Atau itu caramu agar aku tetap mengingatmu. Kau beri aku harapan karena koma bukan tanda untuk mengakhiri?
SalamRindu, jugaRagu
Setahuku manusia koma itu hampir mati, tapi belum mati. Sudah tidak menyadari kehidupannya, tapi masih hidup. Ah memang terkadang masalah hidup dan mati teramat rumit untuk dipahami. Manusia memang mungkin dikutuk untuk tidak pernah menyadari makna hidup, makna mati. Padahal keduanya adalah kepastian yang diberikan pada kita. Padahal Tuhan menghukum Adam dan Hawa karena lancang memakan buah pohon pengetahuan. Tapi tetap saja kita tidak tahu dengan pasti sejatinya kita hidup, sejatinya kita mati. Agama menerangkan, Nabi-Nabi bersahutan. Aku tergagap dalam keraguan!!!
Mungkinkah kau ingin menegaskan hal tersebut! sekarat sejengkal lagi mati. Mungkin kau inginkan aku mengubur saja, membinasakan semua rasa rinduku padamu. Ya memang aku rindu, tapi rasa itu yang menjajahku. Adakah kuasa padaku untuk melawan tirani rindu? Atau kau inginkan segalanya seperti sekarang. Berjarak tapi tak berakhir. Bukankah cinta memerlukan sedikit jarak untuk menumbuhkan rindu?
Ohh sungguh aku tak mengerti tiga tanda koma itu. Mengapa harus koma? mengapa harus tiga? Manusia memang hidup dalam pertanda, berdoa untuk menggapai makna. Sungguh hidup yang membingungkan bagiku. Tanda yang kutahu tak dapat kumaknai. Makna yang kurasa tak dapat kutandai.
Mungkin akan kutanyakan saja langsung padamu. Nanti. Bila kita berjodoh bertemu kembali. Kali ini tak ingin kupaksakan hatiku mencari hiburan pada bayangmu dalam anganku. Semua bagai angin lalu. Kau telah pergi meninggalkanku untuk sesuatu yang tak kau jelaskan. Pasrah memberi penghiburan bagi hati yang terhimpit. Pasrah memberi alasan untuk menyerah pada ketiadaan pilihan.
Atau itu caramu agar aku tetap mengingatmu. Kau beri aku harapan karena koma bukan tanda untuk mengakhiri?
SalamRindu, jugaRagu
No comments:
Post a Comment