Life is a celebration of infinite possibilities!


AnguliMALA

Ini adalah malam yang penuh dengan tanda-tanda buruk. Awan pekat memang sudah berlalu, tapi suara burung gagak tak lekang tersapu angin yang bertiup. Tak ada rembulan yang menggantung di langit, gugusan Bintang Pencuri muncul dari balik cakrawala pada jam penghabisan. Di saat inilah Ahimsaka lahir.

Ayahnya adalah pendeta tinggi istana, penuh waskita dan bijaksana. Cemas akan tanda-tanda yang dibawa malam, tapi hanya bisa berharap bahwasanya anaknya kelak tidak membawa malapetaka. Doanya dilekatkan pada nama si jabang bayi, Ahimsaka yang berarti tiada kebinasaan.

Ahimsaka tumbuh menjadi pemuda yang cakap, segera ayahnya mengirimnya ke Taksila, pusat pendidikan terkenal yang penuh dengan kaum cerdik cendikia. Ahimsaka memiliki ketekunan dan sikap hormat luar biasa pada guru-gurunya. Ia menjadi murid kesayangan maha guru di sana.

Terbakar iri dan dengki, murid-murid lainnya memandang Ahimsaka dengan kebencian. Kesepakatan busuk tercapai dan rencana jahat dilancarkan untuk menyingkirkannya.

Suatu malam, sekelompok murid menemui sang maha guru di kediamannya. Mereka mengeluhkan kecongkakan dan sikap buruk Ahimsaka di hadapan sang guru. Sang guru menghardik murka kepada murid-muridnya itu. "Keluar kalian manusia iri hati!" teriaknya marah.

Pada malam yang lain, sekelompok murid lainnya meminta ijin bertemu sang guru. Mereka melaporkan hal yang sama tentang sikap congkak Ahimsaka dan gembar-gembor bahwasanya sebentar lagi ia akan dapat mengalahkan sang maha guru. Sekali lagi sang guru murka, murid-murid berhamburan diterjang raungan marah. Tapi kali ini hatinya tak tenang. "Mungkin saja Ahimsaka berlaku seperti itu, beberapa murid sudah melaporkannya, tapi apa iya?"

Di tengah rasa bimbangnya, sekelompok murid yang lain datang menghadap. Kali ini sang guru meminta pendapat mereka tentang Ahimsaka. Mula-mula murid-murid tersebut memuji betapa cakapnya Ahimsaka, tetapi kemudian mereka mengatakan bahwa Ahimsaka pintar pula bersandiwara. Mereka berkisah bahwa Ahimsaka seringkali menganggap remeh sang guru sebagai orang yang sudah tua dan mulai pikun.

Sang guru terbakar amarahnya dan memutuskan untuk menyingkirkan Ahimsaka.

Malam ini memang penuh tanda-tanda buruk. Ahimsaka telah bersiap dengan sebatang golok besar di tangan. Di pinggangnya menggantung belati kecil. Dengan penuh rasa haru dan terima kasih ia memberi penghormatan pada sang guru, "ooh bapakku, aku tak akan pernah mengecewakanmu, akan kupenuhi syarat terakhir darimu, seribu nyawa manusia sebagai balasan yang kau mintakan atas semua ilmu yang kau berikan padaku!"

Sang guru berfikir bahwasanya salah satu dari para calon korban Ahimsaka pasti melawan dan mungkin saja dapat membunuhnya. Atau pasukan kerajaan akan memburunya, atau orang-orang kampung akan mengejar dan membalas dendam. Ia yakin siasatnya ampuh untuk menyingkirkan Ahimsaka.

Ahimsaka berlalu dan lenyap di telan gelapnya belantara. Malam itu, teror mengerikan di mulai. Tak ada yang lolos dari pedang Ahimsaka, hutan tak lagi aman, ketika orang-orang takut dan tak pernah lagi masuk ke hutan. Ahimsaka mulai masuk ke desa-desa.

Penampilan Ahimsaka telah berubah, dari seorang pemuda tampan penuh sinar kehidupan. Menjadi seorang manusia bengis berwajah mengerikan, rambutnya tak terurus, matanya nyalang. Hatinya membatu dengan tekad untuk sesegera mungkin menunaikan tugas terakhir sebagai baktinya terhadap sang guru.

Entah seberapa banyak yang sudah ia bunuh, tapi ia tak akan lupa. Ia memotong ibu jari semua korbannya, dan merangkainya menjadi kalung untaian jari manusia. Pemandangan yang mengerikan sehingga orang-orang mulai menjulukinya Angulimala, orang yang berkalung jari manusia.

Malam ini Angulimala berhitung, sudah 999 jari manusia ia kalungi. Malam ini adalah malam penghabisan baginya. Hanya perlu satu nyawa lagi untuk menunaikan tugasnya. Angulimala menunggu pada tikungan jalan desa yang gelap.

Kabar orang yang berkalung manusia akhirnya sampai ke ibu kota. Mungkin memang pertalian nasib yang sukar dijelaskan ketika ibu Ahimsaka merasa cemas. Ia bermimpi putranya terbunuh oleh orang-orang kampung dengan brutal, ia bermimpi bahwasanya putranya berkalung jari jemari manusia. Ia tersentak dari mimpinya menggigil dan segera berlari keluar istana tanpa seorang penjaga pun menyadarinya.

Ia berlari dan terus berlari menuju jalan desa dimana Angulimala sabar menunggu korban terakhirnya...

Nasib mungkin memang sesuatu yang absurb, sepertinya ia memang menolak untuk kita mengerti. Akankah Angulimala bertemu dengan seorang perempuan tua yang berlari dan membunuhnya?

Bangkok, 8 May 09

No comments:

Post a Comment