Life is a celebration of infinite possibilities!


Tentang Pembangunan

Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945, hanya beberapa hari setelah Jepang menyerah kalah kepada sekutu. Pada saat kemerdekaannya, Indonesia punya modal sumber daya alam yang luar biasa besar, minyak, emas, batu bara, hutan tropis, tembaga, mangan, elpiji, dll, dll. Rakyat Indonesia bergelora, semangatnya membuncah, ingin segera mengecap nikmatnya angin kemerdekaan. Para founding fathers Indonesia sudah mencita-citakan suatu bangsa yang adil dan makmur, jasmani maupun rohani.

Pada saat yang sama, perekenomian Jepang porak poranda, 2 kota besarnya dibom nuklir oleh Amerika Serikat, rakyatnya menanggung beban moral sebagai bangsa yang kalah. Jepang berperang karena mereka sadar, negaranya miskin sumber daya alam. Dengan perkembangan perekonomian yang luar biasa sebelum Perang Dunia II, Jepang tidak punya banyak alternatif dan memutuskan untuk merebut wilayah sekitarnya yang kaya akan sumber daya alam untuk menjamin kelangsungan perkembangan negerinya.

Enam puluh tahun setelah kekalahan total dari Sekutu, Jepang bangkit kembali menjadi raksasa ekonomi yang ditakuti, bahkan oleh Amerika Serikat. Perusahaan-perusahaan Jepang merajai dunia. Sony, Toyota, Sega, Honda, Mitsubishi, Matsushita, dll, menjadi momok bagi perusahaan-perusahaan negara-negara barat, eks sekutu. Perekonomian Jepang masih menjadi yang terbesar di Asia, walau coba dikejar oleh Korea Selatan, China dan India.

Hal yang sama terjadi di Jerman. Setelah Hitler dan Nazi membawa Jerman ke jurang kekalahan dan kehancuran. Perekonomian lumpuh, kelaparan merajalela, Berlin hancur dihujani bom tentara sekutu. Enam puluh tahun kemudian, Jerman pun menjelma menjadi salah satu negara industi maju besar di Eropa Barat, mungkin malah yang terbesar dengan mengalahkan Inggris - pihak yang menang perang.

Dimana Indonesia?

Setelah lebih dari 60 tahun merdeka, dengan modal sumber daya alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang sangat besar (Indonesia sekitar 230 juta jiwa, Jepang sekitar 127 juta jiwa, Jerman sekitar 82 juta jiwa di tahun 2008), pendapatan perkapita rakyat Indonesia masih tergolong sangat rendah (baca: miskin). Bandingkan pendapatan perkapita Indonesia yang sebesar US$ 917/orang, dengan Jepang US$ 34,100/orang, atau Jerman US$ 35,500/orang di tahun 2008. Miris memang.

Lalu dimana letak permasalahannya?

Bukankah sah-sah saja bila bangsa lain lebih maju daripada bangsa Indonesia? toh ukuran kemajuan itu tidak dilihat dari uang semata. Buat apa punya uang bila hidup kita tidak bahagia?

Saya seluruhnya setuju bahwa kebahagiaan suatu bangsa tidak semata-mata bisa diukur dengan uang. Tapi jangan salahkan saya kalau mencurigai bahwa pernyataan tersebut tidak tulus, terdengar seperti denial. Sebangsa kalimat untuk menghibur diri sendiri, tak berguna, malah menambah rasa terhina.

Banyak jawaban lain diberikan, oleh berbagai ahli dalam dan luar negeri. Saya tidak hendak mengulas mereka satu persatu, tapi ada yang saya percaya. Bahwasanya keunggulan sumber daya alam tidak serta merta menjadi faktor penentu kemajuan suatu bangsa, hanya MANUSIA yang bisa memajukan suatu bangsa.

Tapi manusia yang bagaimana? bagaimana menciptakan manusia-manusia demikian? Apakah partai politik, pejabat publik  (presiden dan DPR) yang anda pilih setidaknya mengerti permasalahannya? bila tidak, pemilu selanjutnya JANGAN DIPILIH.



Bangkok, 6 Jan 2010
Memimpikan kesebelasan Indonesia berlaga di Piala Dunia

No comments:

Post a Comment